
KUKAR : Pihak Kecamatan Loa Kulu tak ingin tertinggal dalam arus besar digitalisasi tata kelola pemerintahan. Komitmen itu kembali ditegaskan lewat kegiatan pendampingan teknis pengisian dan penginputan data melalui aplikasi e-Pantau yang digelar pada Kamis, 24 April 2025.
Aplikasi e-Pantau merupakan sebuah sistem daring yang dirancang untuk memantau dan melaporkan perkembangan program pembangunan dan pelayanan publik secara real time.
Kegiatan pendampingan ini melibatkan unsur strategis di tubuh pemerintahan kecamatan, yakni Camat Loa Kulu H. Adriansyah, sekretaris, Kepala Seksi Pelayanan Umum, bendahara, hingga para operator data.
Mereka berkumpul dalam satu forum pelatihan yang intensif, dari pemaparan teknis hingga simulasi langsung. Tujuan utamanya, yaitu memastikan data yang dikirimkan ke dalam sistem e-Pantau akurat, relevan, dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
“Melalui e-Pantau, kita dapat memonitor perkembangan berbagai program pembangunan dan pelayanan publik secara real time. Oleh karena itu, keakuratan data menjadi hal yang sangat krusial,” ujar Camat Adriansyah.
Pernyataan itu bukan sekadar pesan normatif. Hal ini menjadi cerminan dari kesadaran baru dalam birokrasi lokal, bahwa data bukanlah sekumpulan angka yang mati. Namun, tulang punggung dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam logika pemerintahan modern, data yang valid akan melahirkan kebijakan yang tepat sasaran. Tanpa itu, pembangunan bisa melenceng dari kebutuhan riil masyarakat.
Adriansyah menyadari sepenuhnya bahwa teknologi saja tidak cukup. Dalam satu bagian pemaparannya, ia menyampaikan pentingnya mengiringi penggunaan teknologi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
“Oleh karena itu, penting untuk memprioritaskan akurasi data dan membuka ruang pembelajaran bersama,” tuturnya lugas.
Ia menekankan bahwa digitalisasi tanpa pendampingan yang memadai hanyalah perangkat canggih yang tak mampu bergerak.
Sepanjang sesi pelatihan, para operator tidak hanya diajari cara menginput data, tetapi juga diberikan pemahaman mendalam tentang prinsip validasi dan koreksi.
Data pembangunan desa, laporan kegiatan masyarakat hingga indikator layanan publik dibedah secara praktis dan rinci. Pendekatannya bukan satu arah, melainkan partisipatif.
“Kami jadi lebih paham soal cara input data yang benar dan bisa langsung tanya kalau ada kendala teknis. Harapannya, kegiatan seperti ini bisa rutin dilakukan,” ujar salah satu operator.
Ungkapan peserta itu menandai bahwa pelatihan ini tak hanya membekali keterampilan, tetapi juga menciptakan rasa percaya diri di kalangan pelaksana teknis.
E-Pantau sendiri merupakan inovasi digital yang menuntut disiplin dan konsistensi dalam pengisian data. Sistem ini tak memberi ruang bagi ketidaktelitian.
Oleh sebab itu, materi tentang koreksi dan validasi diposisikan sebagai prioritas utama dalam pelatihan. Kesalahan input yang berulang bila tak ditangani, bisa mengganggu akurasi keseluruhan sistem.
Dalam sesi akhir, forum dibuka untuk mendengar suara dari bawah. Operator diberi ruang untuk menyampaikan kendala dan usulan.
Beberapa masukan menarik yang muncul antara lain perlunya fitur notifikasi berkala sebagai pengingat input data, serta integrasi laporan desa secara otomatis untuk memangkas waktu pelaporan. (Adv)