SAMARINDA: Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengungkap hasil kajian ilmiah terkait dugaan kerusakan kendaraan bermotor akibat bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang beredar di wilayah Kota Samarinda.
Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar menyusul keresahan masyarakat dan viralnya pemberitaan mengenai banyaknya konsumen yang terdampak.
Dalam keterangannya, Andi Harun menegaskan bahwa Pemerintah Kota tidak serta-merta turun ke lapangan saat kasus ini mencuat, mengingat sudah banyak pihak yang melakukannya termasuk aparat penegak hukum, aktivis media sosial, dan masyarakat umum.
“Kami memilih tidak menambah keruwetan dan kegaduhan. Publik tidak butuh opini, tapi jawaban yang sahih. Maka kami mengedepankan pendekatan ilmiah-akademik untuk memastikan hasil yang memiliki legitimasi dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya di Balai Kota Samarinda, Senin, 5 Mei 2025.
Berdasarkan hasil penelitian tim independen yang ditugaskan oleh Pemkot Samarinda sejak 12 April 2025, BBM jenis Pertamax yang diambil dari tangki T-05 Terminal Patra Niaga, SPBU Slamet Riyadi, dan SPBU APT Pranoto dinyatakan layak konsumsi.
Laporan internal dari Pertamina yang diterima Pemkot juga menunjukkan bahwa BBM tersebut memenuhi standar mutu sesuai SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006.
Namun, fakta di lapangan berkata lain.
Banyak warga melaporkan kerusakan kendaraan setelah mengisi BBM dari SPBU di Samarinda.
Menanggapi hal ini, Pemkot melakukan pengujian lanjutan terhadap sampel BBM yang diambil langsung dari kendaraan terdampak.
Hasil uji terhadap tiga sampel menunjukkan nilai Research Octane Number (RON) sebagai berikut:
* Sampel 1: RON 86,7
* Sampel 2: RON 89,6
* Sampel 3: RON 91,6
Seluruhnya berada di bawah standar minimal Pertamax, yakni RON 92, yang menunjukkan adanya penurunan kualitas bahan bakar.
Sampel ketiga diuji lebih lanjut dan ditemukan empat parameter yang tidak sesuai standar:
* Kandungan timbal (Pb): 66 ppm
* Kandungan air: 742 ppm
* Total aromatik: 51,16% v/v
* Kandungan benzena: 8,38% v/v
Melalui uji sedimen dengan metode SEM-EDX, ditemukan kontaminan logam berat seperti timah (Sn), rhenium (Re), dan timbal (Pb) yang mempercepat oksidasi BBM.
Sementara itu, uji FTIR mengonfirmasi terbentuknya senyawa polimer kompleks seperti polyethylene, polystyrene, polypropylene, dan poliakrilonitril senyawa yang menyebabkan pembentukan gum, zat lengket yang menyumbat filter sistem injeksi bahan bakar.
Andi Harun menyampaikan bahwa sejak awal, Pemkot telah secara resmi bekerja sama dengan Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) dalam proses pengujian ini.
Namun, hal itu belum diumumkan sebelumnya agar proses analisis tidak terganggu opini publik.
Selain Polnes, turut dilibatkan tiga institusi pengujian lainnya dari Kalimantan Timur dan satu dari perguruan tinggi ternama di Pulau Jawa.
Sesuai kesepakatan, identitas laboratorium-laboratorium tersebut belum diumumkan ke publik.
“Yang penting kami pastikan bahwa semua hasil analisis dapat kami pertanggungjawabkan secara ilmiah,” tegas Andi Harun.
Ia juga membantah klaim bahwa kerusakan kendaraan disebabkan oleh material tangki.
“Motor-motor terdampak umumnya berbahan plastik komposit, bukan timbal. Jadi, klaim bahwa tangki kendaraan rusak adalah tidak benar. Yang bermasalah adalah kualitas BBM-nya,” katanya.
Setelah laporan hasil penelitian lengkap diterima, Wali Kota menyatakan bahwa Pemkot akan menyerahkan seluruh hasil kajian tersebut kepada aparat penegak hukum, khususnya Polresta Samarinda.
“Kami telah menyelesaikan tugas kami. Soal tindak lanjutnya, itu menjadi wewenang penuh aparat penegak hukum,” ujarnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab awal, Pemkot juga telah menyalurkan bantuan senilai Rp300 ribu kepada warga terdampak langsung akibat penggunaan BBM tersebut, sembari menunggu hasil resmi dari penyelidikan lebih lanjut.
Sementara itu, Alwathan, penanggung jawab kajian akademik yang turut hadir dalam konferensi pers, menegaskan bahwa penambahan timbal ke dalam BBM merupakan tindakan yang dilarang secara hukum.
“Meski timbal bisa menaikkan nilai oktan, penggunaannya tetap tidak sah. Zat ini seharusnya tidak ada dalam bahan bakar,” ujarnya tegas.
Alwathan, yang juga dosen Teknik Kimia di Politeknik Negeri Samarinda, menambahkan bahwa kualitas BBM tidak bisa dinilai hanya dari tampilan luar.
Ia mencontohkan kandungan air dalam BBM yang sering tersembunyi karena menyatu secara kimia dengan unsur lain.
“Alhamdulillah, untuk saat ini BBM di Samarinda bisa dikatakan dalam kondisi aman,” pungkasnya.